Setiap
kali kita berbiacara tentang puasa selalu kita teringat tentang
pengendalian nafsu. Sebab puasa adalah ibadah mengendalikan nafsu. Dalam
Al Qur’an masalah pengendalian nafsu adalah masalah penting. Dan bahkan
Allah swt. menegaskan bahwa mengendalikan nafsu adalah jalan ke surga.
Dalam surah An Nazi’at:40-41 Allah berfirman yang artinya:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah
tempat tinggal (nya).”
Ayat ini menunjukkan beberapa makna:
Pertama:
Bahwa
setiap manusia dihadapkan kepada dua kekuatan yang saling
tarik-menarik: kekuatan takut kepada Allah dan kekuatan hawa nafsu. Bila
takutnya kepada Allah lebih kuat, maka ia akan mengendalikan nafsunya.
Begitu nafsu dikendalikan, syetan tidak berdaya menggodanya. Ketika
syetan tidak berdaya, maka amalnya akan selalu baik. Karena itu dalam
bulan Ramadhan kita menyaksikan masjid-masjid penuh, siang maupun malam.
Dan suasana seperti itu sulit kita temukan di luar Ramadhan. Sebab
begitu nafsu makan dibuka, syetan kembali berkuasa. Karena itu sebagian
ulama mengatakan bahwa dari dibukanya nafsu makan terbuka otomatis
pintu-pintu syetan untuk menguasai manusia. Jelasnya bahwa dengan
kuatnya rasa takut kepada Allah yang pertama kali akan dikendalikan
nafsu. Lalu dari sini pintu-pintu kebaikan akan terbuka lebar. Bila amal
baik terus-menerus dilakukan secara istiqamah, maka ia akan masuk
surga.
Kedua:
Menguatkan
rasa takut kepada Allah (khaafa maqaama rabbihi) adalah modal utama
untuk senantiasa istiqamah bermal saleh. Karena itu dalam Al Qur’an
Allah swt. Selalu menekankan pentingnya membangun al kahuf atau al
khasyyah ini. Pada ayat
sebelumnya di surat An Nazi’at juga, Allah swt. memerintahkan Nabi Musa
agar mengajak Fir’un supaya takut kepada Allah. Sebab dengan
takut kepada Allah Fir’un tidak akan bertindak sombong lagi. Jadi sikap
sombongnya Fira’un mucul karena tidak adanya khasyyah. Dan khasyyah
tidak akan muncul tanpa ilmu, Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya
hanya orang yang punya ilmu yang takut kepada Allah. Sesunggujnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun) (QS. Fathir:28)
Karena
itu Nabi Musa diutus untuk mengajarkan kepada Fir’aun hakikat kekuasaan
Allah swt. Sampai-sampai Nabi Musa menunjukkan mukjizatnya yang agung
(al aayatal kubraa) hanya untuk meyakinkan Fir’aun, tetapi ternyata
Fir’aun tetap bertahan dalam kekafiran. Bahkan Fir’aun malah
mendeklarasikan dirinya sebagai tuhan dengan berkata: ana rabbukumul
a’laa (aku tuhanmu yang paling tinggi). Suatu kenyataan bahwa tanpa rasa
takut yang kuat nafsu akan berkuasa. Puncak gejolak nafsu adalah
kesombongan. Allah lalu menjelaskan bahwa dalam peruistiwa Fir’aun
terdapat pelajaran bagi orang yang takut kepada Allah. Lagi-lagi masalah
takut khasyyah dipertagas oleh Allah swt. Menunjukkan betapa pentingnya
membangun rasa takut untuk mecapai ketaatan yang maksimal.
Ketiga:
Mengendalikan
nafsu adalah kata kunci untuk mencapai surga. Karena itu dalam ayat di
atas Allah swt. langsung menegaskan: fainnal jannata hiyal ma’wa. Bahwa
hanya dengan mengendalikan nafsu seseorang akan menjadi baik dan penuh
amal saleh. Berbagai kemaksiatan yang menghancurkan hidup manusia, itu
pasti ujung-ujungnya adalah karena ikut nafsu. Dengan demikian tidak ada
kebaikan sama sekali bila ternyata nafsu dibebaskan tanpa kendali.
Ibadah puasa membuktikan bahwa mengendalikan nafsu bukan suatu yang
mustahil. Lebih-lebih bahwa pengendalian nafsu ketika puasa adalah
pengendalian dari halal. Maka dengan ibadah puasa kelak tidak ada alasan
untuk berbuat yang haram. Artinya bisa dikatakan kepada mereka: engkau
telah menahan nafsu dari yang halal, maka tidak ada alasan bagimu untuk
melaukan yang haram. Ini suatu bukti, bahwa nafsu sebenarnya sangat
lemah. Nafsu tidak akan mampu memaksa seseorang melakukan dosa. Bisa ada
seseorang yang terjerumus dosa itu bukan karena dahsyatnya nafsu,
melainkan kerena lemahnya iman. Dengan demikian jalan satu-satunya untuk
mengendalikan nafsu adalah kuatkan iman, Karena itu Allah panggil yaa
ayyuhalladziina aamanuu (wahai orang yang beriman) dalam perintah puasa
pada ayat 183 surah Al Baqarah. Suatu indikasi bahwa hanya orang-orang
yang kuat imannya yang akan bersungguh-sungguh mengendakikan nafsunya.
No comments:
Post a Comment